HARIANRAKYAT.CO – Tragedi penghilangan nyawa warga penolak hauling di atas jalan negara, Russell (60) belum menemui titik terang.
Dalam waktu dekat, Gubernur Kaltim Rudy Ma’sud akan melakukan safari ramadan ke Paser dan Penajam Paser Utara. Ditanya mengenai penyelesaian konflik Muara Kate, Rudy tak menjawab.
“Saya belum pernah ke sana,” jelas Rudy pada Minggu subuh (9/3) di Masjid Raya Darusalam Samarinda.
Rudy lalu mengarahkan Wagub Kaltim Seno Aji untuk menjawab pertanyaan awak media.
Seno Aji lalu meminta waktu untuk memahami persoalan ini.
“Kita belum turun langsung, yang pasti akan diselesaikan,” jelas Seno Aji.
Di Dusun Muara Kate, konflik antara warga dan perusahaan tambang batu bara terus memanas. Warga setempat menolak penggunaan jalan umum sebagai jalur hauling batubara.
Mereka menilai ini hanya akan membahayakan keselamatan dan lingkungan. Penolakan ini semakin tajam setelah serangkaian insiden tragis yang menimpa masyarakat.
Konflik bermula pada Mei 2024 saat kecelakaan menimpa seorang pemuda bernama Teddy. Tubuh ustaz muda yang baru saja menikah ini ditemukan di tepi jalan kawasan Songka dengan kondisi motor yang ringsek. Diduga Teddy baru saja menjadi korban tabrak lari sebuah truk batu bara.
Oktober 2024, sebuah kecelakaan menimpa seorang pendeta yang diduga dilindas truk batubara milik PT MCM. Kejadian itu mengakibatkan korban jiwa dan memicu kemarahan warga. Sebagai bentuk protes, warga mendirikan posko anti-hauling di Dusun Muara Kate untuk memantau aktivitas truk batubara yang melintas di jalan umum.
Ketegangan mencapai puncaknya pada 15 November 2024. Saat itu, dua warga – Russel dan Anson – yang tengah beristirahat di posko pemantauan diserang orang tak dikenal.
Serangan pada dini hari itu mengakibatkan Russel meninggal dunia, sementara Anson mengalami luka serius. Kejadian tersebut menambah duka dan memperkuat tekad warga untuk menolak penggunaan jalan umum sebagai jalur hauling batubara.
Pihak kepolisian setempat, bekerja sama dengan aparat hukum, tengah melakukan penyelidikan mendalam atas insiden penyerangan tersebut. Tokoh masyarakat dan organisasi hak asasi manusia mendesak agar pelaku segera diungkap dan ditindak tegas.
“Kami hanya ingin hidup dalam keamanan dan damai di lingkungan kami. Sudah terlalu banyak korban yang jatuh akibat kecelakaan dan kekerasan,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Setelah tragedi tersebut, warga, terutama kelompok ibu-ibu, semakin aktif melakukan aksi pengadangan truk batu bara yang melintasi jalan raya Batu Kajang.
Mereka menuntut agar truk-truk tersebut tidak menggunakan jalan umum dan meminta perusahaan tambang membangun jalan khusus untuk operasional mereka. Aksi ini didorong kekhawatiran akan keselamatan dan kerusakan infrastruktur jalan yang semakin parah. (F)