HARIANRAKYAT.CO – Perkumpulan Kelompok kerja (Pokja) Pesisir kota Balikpapan menggugat Kepmen Perhubungan RI nomor KM 54 Tahun 2023 Tentang Penetapan Lokasi Wilayah Tertentu di Perairan di Luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang Berfungsi Sebagai Pelabuhan di Perairan Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur.
Keputusan Menteri Perhubungan RI nomor KM. 54 tahun 2023 tersebut dikeluarkan pada tanggal 8 juni 2023. Lokasi yang akan digunakan sebagai STS (Ship To Ship) atau lebih dikenal dengan alih muat (batu bara) dari tongkang ke kapal induk di tengah laut berada diperairan Balikpapan, sekitar 8 mil dari muara sungai Manggar, padahal berdasarkan Perda Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disingkat RZWP3K Kalimantan Timur Nomor 2 tahun 2021, kemudian diintegrasikan ke dalam Perda RTRW Kalimantan nomor 1 tahun 2023 kawasan tersebut merupakan zona perikanan tangkap.
Keputusan menteri perhubungan tersebut, selain tidak sesuai dengan alokasi ruang pada Perda RTRW Kaltim, juga berpotensi menambah kerugian nelayan. Hal ini berdasarkan pengalaman yang selama ini dirasakan.
Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2017 nelayan Balikpapan sering mengeluhkan akibat aktivitas bongkar muat batu bara, yang menyebabkan menurunnya hasil tangkapan nelayan dan semakin sempitnya wilayah tangkap nelayan. Seringnya terjadi insiden tabrakan kapal nelayan dan menurunnya kualitas lingkungan pesisir dan laut Balikpapan yang memiliki keaneka-ragaman hayati yang tinggi.
Nelayan kerap turun ke laut berharap memperoleh ikan untuk biaya hidup keluarga, tetapi begitu jaringnya diangkat yang diperoleh malah batu bara. Hal inilah yang membuat nelayan Balikpapan pada tahun 2018 melakukan aksi blokade aktivitas bongkar muat batu bara di laut.
Pokja Pesisir yang didukung WALHI dan Masyarakat Nelayan Balikpapan melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menggugat Keputusan Mentri Perhubungan tersebut.
Gugatan Pokja Pesisir yang didaftarkan sejak 10 Oktober 2024 dan teregistrasi dengan nomor perkara 367/G/2024/PTUN.JKT. Perkara ini mulai disidangkan pada bulan 7 November 2024 dan pembacaan putusan pada 14 Maret 2025. Proses persidangan berlangsung selama 5 bulan.
Atas putusan yang dibacakan PTUN Jakarta pada 14 Maret 2025 tersebut, Menurut Mappa selle, Direktur Eksekutif Pokja Pesisir, Nelayan Balikpapan sangat bersyukur.
“Dikabulkannya gugatan Pokja Pesisir di PTUN Jakarta tersebut sebagai langkah awal untuk memperoleh keadilan ruang yang menjadi syarat utama agar nelayan bisa sejahtera,” kata Mappa selle.
Selanjutnya Mappa selle menyampaikan kemenangan ini adalah kabar positif untuk nelayan di Kaltim.
“Kemenangan ini adalah kemenangan masyarakat nelayan khususnya nelayan di Teluk Balikpapan maupun yang ada di pesisir Balikpapan dan Penajam Paser Utara yang selama ini berjuang untuk memperoleh keadilan ruang di laut,” imbuhnya.
Senada, Koordinator Divisi Advokasi dan Kampanye Pokja Pesisir, Husen berharap laut Balikpapan dan PPU tetap ekologis.
“Dengan dimenangkannya gugatan nelayan ini, diharapkan kedepannya aktivitas bongkar muat di zona tangkapan nelayan tidak akan ada sehingga laut kita kembali bersih dan lestari,” ungkapnya.
Putusan PTUN Jakarta yang mengabulkan gugatan Pokja Pesisir ini disambut haru Nelayan Balikpapan. Fadlan selaku ketua Gabungan Nelayan Balikpapan (GANEBA) menyampaikan.
“Sangat bergembira dan terharu atas putusan PTUN tersebut, semoga nelayan bisa memperoleh keadilan,” harapnya. (J)