Penegak Hukum Menjadi Pelanggar Hukum ?

Dosen STIH Awang Long, Nason Nadeak

OPINI Advokad/Dosen STIH Awang Long, Nason Nadeak

HARIANRAKYAT.CO, SAMARINDA – Tugas pokok Kementerian Ketenagakerjaan RI adalah menjamin terlaksananya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sehingga seluruh hak dan kewajiban Pengusaha dan karyawan dapat terlaksana dengan baik, sehingga perselisihan hubungan industrial dapat terhindarkan.

Namun ternyata itu hanya teori, sebab faktanya justru pelanggaran pelanggaran itu pelakunya adalah pihak Kementerian Ketenagakerjaan itu sendiri. Penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Kementerian Ketenagakerjaan itu adalah berupa penyimpangan kewenangan, penyimpangan prosedur dan penyimpangan Pembebanan Pembuktian dalam menerbitkan Penetapan/Penetapan Ulang.

Penyimpangan Kewenangan :
Berdasarkan Undang-Undang No. 2 tahun 2004, seluruh perselisihan hubungan industrial termasuk tuntutan upah lembur hanya dapat diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial setelah terlebih dahulu menempuh proses bipartit dan Mediasi. Namun berdasarkan Permenaker No. 33 tahun 2016 yang sudah dirubah menjadi Permenaker No. 1 tahun 2020, Pengawas ketenagakerjaan diberi wewenang untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, khususnya terhadap tuntutan upah lembur yang menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 2 tahun 2004 dikategorikan sebagai perselisihan hak.

Kewenangan tersebut terlihat dari pasal 28 ayat (1) dan ayat (4).Permenaker No. 33 tahun
2016 yang sudah dirubah menjadi Permenaker No. 1 tahun 2020.

Pasal 28 ayat (1) :
Dalam melakukan pemeriksaan, apabila ditemukan adanya kekurangan pemenuhan hak pekerja/buruh, Pengawas Ketenagakerjaan wajib melakukan perhitungan dan penetapan.

Pasal 28 ayat (4) :
Perhitungan dan penetapan ulang oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk merupakan
putusan final dan harus dilaksanakan.

Kewenangan yang diberikan oleh Permenaker No. 33 tahun 2016 kepada Kementerian Ketenagakerjaan melalui bagian Pengawasan untuk menerbitkan Penetapan/Penetapan Ulang untuk menyelesaikan perselisihan hubungan Industrial, adalah melanggar pasal 7 Undang-Undang No. 12 tahun 2011, sehingga perbuatan Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Penetapan adalah melanggar azas Lex Superior Derogat Legi Imperiori, karena secara hirarki Permenaker No. 33 tahun 2016 yang sudah dirubah menjadi Permenaker No. 1 tahun 2020, lebih rendah hirarkinya dari Undang-Undang No. 2 tahun 2004, sehingga ketentuan yang ada pada Kepmenaker No. 33 tahan 2016, tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang No. 2 tahun 2004.

Oleh karenanya, tindakan Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Penetapan/Penetapan Ulang atas tuntutan upah lembur, tidak didasarkan atas kewenangan, sehingga tindakan tersebut adalah melanggar pasal 9 ayat (2) Undang-Undang No. 30 tahun 2014.

Dengan demikian, dalam hal terdapat tuntutan upah lembur, Kementerian Ketenagakerjaan, secara ex officio dilarang menerbitkan Penetapan/Penetapan Ulang, untuk menyelesaikan tuntutan upah lembur, karena penyelesaian perselisihan hubungan industrial, hanya dapat diselesaikan melalui Lembaga Pengadilan, setelah sebelumnya telah menempuh proses Bipartit, Mediasi. Oleh karenanya secara hukum, Pengawas Ketenagakerjaan tidak berwenang menyelesaikan perselisihan hubungan Industrial, sehingga berdasarkan pasal 52 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang No. 30 tahun 2014, Penetapan Ulang yang diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan adalah Penetapan/Penetapan Ulang yang tidak sah.

Penyimpangan Prosedur :

Menurut Pasal 30, pasal 31 Permenaker No. 33 tahun 2016 yang sudah dirubah menjadi Permenaker No. 1 tahun 2020, setiap Pengawas Ketenagakerjaan setelah melakukan pemeriksaan wajib membuat Nota Pemeriksaan I dan apabila Nota Pemeriksaan I tidak dilaksanakan oleh Pengusaha, Pengawas Ketenagakerjaan yang melakukan Pemeriksaan, wajib membuat Nota Pemeriksaan II dan berdasarkan pasal 33 ayat (2) Permenaker No. 33 tahun 2016, dalam hal Nota Pemeriksaan II juga tidak dipatuhi oleh Pengusaha, Kementerian Ketenagakerjaan, memerintahkan Pengawas yang melakukan pemeriksaan, untuk melakukan tindakan Penyidikan.

Berangkat dari bunyi pasal 30, 31 dan pasal 33 Permenaker No. 33 tahun 2016 tersebut, secara prosedur, seharusnya, sebelum Pengawas Ketenagakerjaan yang melakukan pemeriksaan menerbitkan Penetapan/Penetapan Ulang, Pengawas Ketenagakerjaan harus terlebih dahulu melakukan tindakan penyidikan kepada Pengusaha atas perbuatan pengusaha yang tidak membayar upah lembur, tapi anehnya dalam praktek, Pengawas Ketenagakerjaan, tidak pernah melakukan tindakan penyidikan kepada Pengusaha yang tidak membayar upah lembur karyawannya, tetapi Pengawas Ketenagakerjaan langsung menerbitkan Penetapan/Penetapan Ulang, sehingga terkesan adanya pembiaran.

Akibat hukum tindakan Pengawas Ketenagakerjaan yang langsung menerbitkan penetapan/Penetapan Ulang, tanpa terlebih dahulu melakukan tindakan Penyidikan, secara hukum telah melanggar prosedur penerbitan penetapan, sehingga menurut pasal 52 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang No. 30 tahun 2014, Penetapan/Penetapan Ulang tersebut adalah Penetapan/Penetapan Ulang yang tidak sah.

Tindakan Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan yang langsung menerbitkan Penetapan/Penetapan Ulang, tanpa melakukan Tindakan Penyidikan terlebih dahulu, merupakan tindakan mengalihkan proses hukum pidana menjadi proses hukum tata usaha Negara, sehingga pengusaha terbebas dari sanksi pidana yang seharusnya dihadapi akibat perbuatannya yang tidak membayar upah lembur yang diatur pada pasal 78 ayat (2) Undang-undang No. 6 tahun 2023, sebagaimana diatur dalam pasal 187 Undang-Undang No. 6 tahun 2023.

Tindakan Pengawas Kementerian Ketenagakerjaan ini jelas merupakan perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dikategorikan sebagai perbuatan melampaui wewenang, yang diatur dalam pasal 18 ayat (1) huruf (c) Undang-Undang No. 30 tahun 2014, sehingga tindakan Pengawas Ketenagakerjaan yang menerbitkan Penetapan/Penetapan Ulang, tanpa terlebih dahulu melakukan tindakan pidana, menurut pasal 80 ayat (3) Undang-Undang No. 30 tahun 2014, seharusnya diberikan sanksi administratif berat.

Selain sanksi administratif berat, perbuatan Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Penetapan/Penetapan Ulang atas tuntutan upah lembur, yang tidak didasarkan atas kewenangan serta tidak dilakukan sesuai dengan prosedur, maka pihak yang merasa dirugikan (Pengusaha dan karyawan) dapat mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan dengan dasar hukum Pengawas Ketenagakerjaan dalam menerbitkan Penetapan/Penetapan Ulang telah melakukan, “ Perbuatan Melawan Hukum “. Pembebanan Pembuktian.

Pengawas Kementerian Ketenagakerjaan dalam melakukan pemeriksaan atas tuntutan
upah lembur, membebankan pembuktian absensi kerja kepada buruh yang menuntut upah
lembur. Sikap Pengawas Ketenagakerjaan ini sangat menyimpang dari :

a. Pasal 14 Permenaker No. 33 tahun 2016 yang sudah dirubah menjadi Permenaker No. 1 tahun 2020. Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketanagakerjaan RI dalam memeriksa pengusaha, menerima saja keterangan pengusaha yang mendalilkan bahwa karyawan tidak ada bekerja lembur, tanpa meminta bukti absensi kerja yang membuktikan kebenaran keterangan pengusaha tersebut, padahal keterangan tersebut baru dianggap benar, apabila didukung oleh bukti absensi kerja, karena absensi kerja hanya ada pada Pengusaha.

b. Azas Kompensasi, karena dalam hubungan kerja, absensi kerja hanya pada Pengusaha, maka seharusnya Pengusaha lah yang harus membuktikan absensi kerja, bukan malah dibebankan kepada buruh.

c. Pasal 11 Undang-Undang No. 8 tahun 1997.
Menurut pasal 11 Undang-Undang No. 8 tahun 1997, Pengusaha wajib menyimpan dokumen absensi kerja paling sedikit 10 (sepuluh) tahun. Mengingat tugas pokok Kementerian Tenaga Kerja adalah memastikan terlaksananya seluruh ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan, tetapi kenyataannya, justru pihak Kementerian Ketenagakerjaan itu sendiri pelaku pelanggar peraturan-peraturan Ketenagakerjaan itu dan anehnya hal ini telah terjadi cukup lama, sejak tahun 2016 sampai saat ini. Artinya dari tahun 2016 sampai saat ini, Kementerian Ketenagakerjaan RI sudah melakukan kejahatan, yakni menghilangkan upah lembur buru. Lalu, mengapa hal yang tidak wajar ini langgeng terjadi? Dan dimana kewajiban Negara untuk melindungi buruh yang merupakan bagian dari bangsa ini. (***)

Bagikan: