HARIANRAKYAT.CO, SAMARINDA – Partai Buruh menyuarakan kritik tajam terhadap aturan pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Pada intinya, partai tersebut menyoroti ketentuan yang memberikan hak eksklusif kepada partai politik yang memiliki kursi di DPRD untuk mengusung pasangan calon.
Menurut mereka, aturan ini dianggap inkonstitusional karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).Ketua Tim Khusus Pilkada Partai Buruh, Said Salahudin, menegaskan ketidakadilan yang terjadi dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang merupakan perubahan kedua dari UU Pilkada. Salahudin menyoroti bahwa aturan tersebut tidak sejalan dengan semangat UUD 1945, terutama dalam Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada yang membatasi hak pengusulan pasangan calon hanya kepada partai politik yang memperoleh kursi di DPRD.
Partai Buruh menggugat ketidakadilan ini, mengacu pada putusan MK dari 19 tahun yang lalu. Putusan tersebut menegaskan bahwa setiap partai politik berhak mengusulkan pasangan calon dalam Pilkada, asalkan dapat memenuhi persyaratan jumlah suara yang ditetapkan oleh undang-undang.Said Salahudin menyoroti sejarah aturan Pilkada sejak 2005 hingga 2013, di mana semua partai politik, termasuk yang tidak memiliki kursi di DPRD, dapat mengusulkan pasangan calon dengan berkoalisi.
Namun, sejak diberlakukannya aturan baru pada 2015–2020, terjadi perubahan signifikan baik dalam ambang batas persyaratan suara maupun hak pengusulan paslon.Partai Buruh berkomitmen untuk mengupayakan perubahan aturan pencalonan Pilkada 2024 dengan mengacu pada putusan MK.
Mereka berencana untuk mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada di MK, dengan harapan memastikan koridor demokrasi yang lebih inklusif dan adil.Dalam konteks ini, Partai Buruh juga mengundang partisipasi pemangku kepentingan lainnya, termasuk bakal calon Gubernur, Bupati, dan Walikota, untuk bersama-sama menjadi pemohon dalam gugatan ke MK.
Upaya ini diharapkan dapat memberikan dorongan bagi kebijakan yang lebih progresif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dalam proses demokrasi lokal. (Drm)