Parpol Boleh Berbisnis? Wacana Kemendagri Picu Debat Sengit di Tengah Revisi UU Partai Politik

HARIANRAKYAT.CO – Usulan kontroversial dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengizinkan partai politik (parpol) membentuk badan usaha kini menjadi salah satu poin utama dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wacana ini memicu beragam pandangan, mulai dari dukungan penuh hingga penolakan keras dari berbagai kalangan, termasuk politisi dan akademisi.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri, Bahtiar, mengungkapkan alasan di balik usulan ini saat menyerahkan bantuan dana politik kepada DPP Partai Gerindra di Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (21/5). Menurutnya, tidak ada alasan bagi parpol untuk tidak memiliki badan usaha jika organisasi masyarakat (ormas) saja diperbolehkan.

“Ormas yang sekarang ada saja boleh kok mendirikan badan usaha. Kenapa partai politik tidak boleh mempunyai badan usaha? Toh, manajemennya berbeda. Cuma akuntabilitasnya saja (yang harus dijaga),” terang Bahtiar. Ia menambahkan bahwa dengan adanya badan usaha, parpol bisa lebih mandiri dalam pendanaan operasional dan tidak lagi terlalu bergantung pada iuran anggota atau bantuan dana pemerintah.

Usulan ini disambut hangat oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Ahmad Muzani. Ia melihat ini sebagai langkah progresif untuk memperkuat kemandirian finansial parpol, sehingga mereka dapat fokus pada tugas-tugas utamanya.

Baca juga  Keluarga Besar Sopir Indonesia Demo, Tuntut Pelindo dan Polri Bergerak Cepat Selesaikan Masalah di Pelabuhan Tanjung Priuk

“Kami menyambut baik usulan ini. Saya akan mengajak parpol-parpol koalisi lain untuk mendukung pemerintah membentuk peraturan yang memperbolehkan parpol punya badan usaha,” ujar Muzani.

Ia melanjutkan, “Sehingga partai bisa membawa sungguh-sungguh rekomendasi publik dan partai tidak lagi berpikir tentang ekonomi, mencari ini-itu (sumber pendanaan).”Muzani berharap dengan adanya badan usaha, parpol tidak lagi terbebani oleh kebutuhan finansial yang kerap menjadi penghalang dalam menjalankan fungsi representasi dan edukasi politik kepada masyarakat.

Namun, gagasan ini tak lepas dari kritik tajam. George Towar Ikbal Tawakkal, Analis Politik dari Universitas Brawijaya (Unibraw), mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang wacana ini secara mendalam. Ia melihat potensi risiko besar jika parpol diizinkan berbisnis.

“Usulan itu berisiko menjadikan parpol punya orientasi bisnis berlebihan,” kata Ikbal kepada kami, Kamis (22/5). “Selain itu, partai berpotensi tidak independen terhadap pemerintah karena sektor bisnis sangat berkaitan dengan kebijakan pemerintah.

“Menurut Ikbal, urgensi membolehkan parpol memiliki badan usaha tidak sebanding dengan potensi kerugian yang bisa ditimbulkan, termasuk alasan biaya politik yang mahal. Ia menawarkan solusi alternatif yang dianggap lebih sehat bagi demokrasi. “Saya menyarankan parpol memperkuat pendanaan melalui donasi masyarakat. Donasi masyarakat kepada partai bukan sekadar soal finansial, namun juga mencerminkan hubungan partai dan masyarakat yang solid.”

Baca juga  Rayakan Hari Buruh 2025 TMBK Rilis Lagu KJL, Narasikan Kehidupan Kelas Pekerja dan Matinya Meritrokasi

Ikbal menambahkan, pendanaan berbasis donasi masyarakat memiliki beberapa keunggulan. “Pertama, memperkuat ikatan antara partai dan konstituen, membangun hubungan yang dinamis antara partai dan masyarakat. Kedua, donasi juga bisa memperkuat akuntabilitas keuangan partai.

Selain itu, bantuan dari masyarakat juga bisa mengurangi ketergantungan terhadap keuangan negara. Bantuan keuangan dari negara berpotensi melemahkan independensi partai terhadap pemerintah,” jelasnya.

Berbeda dengan Ikbal, Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri, melihat pembentukan badan usaha parpol sebagai salah satu alternatif konstruktif untuk membangun kemandirian parpol. Ia berpendapat ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi praktik politik transaksional.

“Hal ini juga bisa menekan ketergantungan hanya pada elite tertentu sehingga tidak terjadi personalisasi partai, menghindari tindakan korupsi dan gratifikasi elite partai akibat tuntutan biaya politik yang tinggi, dan lainnya,” kata Aisah. Dikutip didalam Alinea.id, Kamis (22/5).

Baca juga  Wali Kota Andi Harun Terima 8 Laporan Pengaduan SPMB 2025

Aisah juga menekankan pentingnya regulasi yang ketat dan transparan jika usulan ini direalisasikan. “Badan usaha harus dikelola profesional, mengikuti standar bisnis yang sesuai dengan undang-undang dan aturan hukum. Regulasi harus memastikan badan usaha parpol tak jadi ‘ladang’ praktik-praktik korupsi dan pencucian uang.”

“Partai politik adalah lembaga publik sehingga badan usahanya patut diaudit dan hasil auditnya dibuka ke ruang publik sebagai bentuk transparansi kepada konstituen secara khusus dan kepada masyarakat lebih luas.”

“Badan usaha atas nama dan dikelola oleh organisasi partai politik, bukan individual elite pemimpin partai.”Lebih lanjut, Aisah berpendapat bahwa idealnya badan usaha parpol berbentuk koperasi. “Selain dimiliki segenap organ partai, badan usaha itu dikelola kolektif untuk kepentingan para kader dan konstituen. Bukan untuk profit individual,” tutup Aisah.

Debat seputar usulan ini diperkirakan akan terus memanas seiring dengan bergulirnya revisi UU Parpol. Keputusan akhir akan sangat krusial dalam membentuk landscape politik Indonesia di masa depan. (Drm)

Bagikan: