HARIANRAKYAT.CO – Kondisi para Dosen ASN di lingkungan Kemenristek ibarat sapi perah. Begitulah adagium menggambarkan situasi kekinian.
Tuntutan menjalankan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat) tidak disertai dengan kesejahteraan yang layak.
“Kami dari Koalisi Dosen Universitas Mulawarman, menyatakan sikap secara tegas kepada pemerintah untuk memenuhi hak seluruh Dosen ASN untuk mendapatkan hak Tunjangan Kinerja tanpa membedakan status perguruan tinggi (PTN BH, BLU, maupun Satker),” ujar narahubung koalisi, Agus Junaidi melalui rilisnya kepada media ini.
Agus menambahkan, sejak dikeluarkannya peraturan tentang Tunjangan Kinerja (Tukin) sampai detik ini Dosen ASN Kemenristek belum mendapatkan hak tunjangan kinerja tersebut sebagaimana layaknya Aparatur Sipil Negara lainnya.
Dosen ASN Kemenristek mengalami diskriminasi sejak tahun 2020, sedangkan dosen di Kementerian/Lembaga lainnya mendapatkan hak Tunjangan Kinerja pun termasuk di kementerian lain justru berlomba untuk menaikkan Tukin pegawainya.
“Membayarkan hak Tunjangan Kinerja sesuai dengan besaran kelas jabatan fungsional dosen,” imbuhnya.
Kondisi ini semakin miris ketika menyimak politik hukum pemerintahan saat ini bahwa Pendidikan dan Kesehatan dikesampingkan dari program prioritas pemerintah.
Keputusan Kemenristek yang tidak membayarkan Tukin dosen ASN tahun 2020-2024 dipandang menunjukkan sikap pemerintah yang menciderai hak asasi dosen.
Pasalnya, Tukin merupakan bagian dari kesejahteraan dosen yang tidak bisa dinegosiasi. Kendatipun ada wacana sebagaimana disampaikan Dirjen Dikti melalui laman resmi Kemenristek bahwa Pemerintah akan mencairkan Rp. 2,5 triliun untuk Tunjangan Kinerja (Tukin) untuk para dosen yang berstatus Aparatur Sipil Negara Sipil (ASN) di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi Sains Teknologi (Kemenristek).
“Menyerukan kepada Kementerian Keuangan untuk mengakomodir hak tunjangan kinerja dosen ASN Kemenristek untuk seluruh Dosen ASN Kemenristek tanpa terkecuali (Tukin for All),” ungkapnya.
Namun jumlah tersebut hanya mengakomodir sejumlah 33.957 dosen, dengan Tukin hanya diperuntukkan bagi Dosen ASN PTN Satker, PTN BLU yang belum menjalankan remunerasi, dan ASN yang ditugaskan di LLDIKTI.
Kebijakan tersebut justru tidak menyelesaikan persoalan melainkan akan timbulnya diskriminasi ganda, sebab tidak semua PTN dengan status BLU yang menerapkan sistem remunerasi dapat memberikan remunerasi sesuai dengan jumlah Tukin.
Pada sisi lain, kondisi keberagaman PTN BLU yang memberikan remunerasi sangat bergantung pada kemampuan kampus, sehingga nominal remunerasi yang diterima Dosen ASN Kemenristek berbeda-beda bahkan kerap jauh dari kata cukup dan pencairannya kerap tidak menentu.
Pengklasterisasian pemenuhan Hak Tukin bagi Dosen ASN Kemenristek sebagaimana wacana di atas hanya akan memfasilitasi 1/3 dari jumlah dosen keseluruhan akan menimbulkan persoalan baru.
Pada prinsipnya, negara dalam hal ini wajib untuk mengupayakan pembayaran hak Tukin bagi seluruh dosen ASN sebagai bentuk tanggung jawab negara untuk menjamin kesejahteraan dan pemenuhan hak dosen sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara serta tanggung jawab negara kepada eksistensi perguruan tinggi.
“Kemenristek untuk membayarkan hak Tunjangan Kinerja Dosen ASN Kemenristek sejak Tahun 2020,” terangnya. (*)