HARIANRAKYAT.CO – Puan Mahakam menggelar diskusi publik hari Minggu (17/11/2024) pagi kemarin di ruang rapat lantai 2 Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim, Jalan Dewi Sartika, Sungai Pinang Luar, Samarinda Kota.
Diskusi publik mengangkat tema Peran Masyarakat Kalimantan Timur dalam Melawan Kekerasan Seksual.
Moderator, Dahlia membuka diskusi dengan tujuan dihelatnya kegiatan sebagai upaya untuk untuk merangkul seluruh pihak berkepentingan atau stakeholder yang berperan dalam penanganan kasus KS.
Menurut Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) yang dikutip dari laman DiskominfoKaltim, terjadi peningkatan penginputan kasus secara signifikan di Tahun 2023 yaitu 1108 kasus, lebih banyak 163 kasus dari jumlah kasus di Tahun 2022.
Data menunjukkan pada tahun 2019, sebanyak 623 kasus, tahun 2020 sebanyak 656 kasus, tahun 2021 sebanyak 551 kasus, tahun 2022 sebanyak 946 kasus dan tahun 2023 sebanyak 1108 kasus.
Berdasarkan data bulan Februari 2024, kasus kekerasan paling banyak terjadi di Kota Samarinda, mencapai 57 kasus. Total korban kekerasan sebanyak 196 orang, dengan mayoritas korban adalah perempuan, terutama anak-anak sebanyak 127 orang dan dewasa sebanyak 69 orang.
Persentase dan jumlah korban kekerasan berdasarkan bentuk kekerasan korban terbanyak mengalami kekerasan seksual sebanyak 83 orang. Sedangkan kekerasan fisik sebanyak 30.8 persen atau 66 orang dan kekerasan psikologis sebanyak 15,4 persen atau 33 orang.
“Fenomena KS (Kekerasan Seksual) saja sudah seperti fenomena gunung es, jumlahnya meningkat di Kaltim sejak tahun 2021 hingga 2023. Samarinda adalah kota yang tertinggi tingkat KS-nya,” ucap Dahlia saat membuka diskusi.
Puan Mahakam berharap, sinergitas bersama untuk melawan KS. Hal itu lantaran persoalan ks adalah kejahatan kriminal yang bisa merampas hak asasi manusia lantaran dampak yang dirasakan korban bisa seumur hidup.
“Upaya pencegahan harus terus digaungkan dari di semua regenerasi, karena ks dapat terjadi kapan saja dengan siapa saja, dan dimana saja,” ungkapnya.
Hadir dalam diskusi, yakni lembaga yang konsen dalam isu perlindungan perempuan dan anak serta internal kampus di Kota Samarinda.
Salah satu narasumber dalam diskusi, yakni Kasubbag TU UPTD Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Provinsi Kaltim, Rita Asfianie mengatakan, diperlukan aksi pencegahan yang komprehensif, mulai dari sosialisasi kepada masyarakat, penanganan kasus, pendekatan empatik dan advokasi korban.
“Untuk melawan fenomena KS diperlukan kerjasama seluruh masyarakat membangun kesadaran kepada korban tentang perlunya keberanian berbicara atau speak up saat menjadi korban,” kata Rita Asfianie.
Direktur LBH APIK Kaltim, Kasmawati menjelaskan, penyelesaian kasus hukum Kekerasan Seksual (KS) di tanah air disebutnya, masih berbelit – belit dalah hal proses hukum. Sehingga kerap mandek ditengah jalan.
“Meski sudah ada payung hukum UU TPKS (Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) tidak lantas diimplementasikan dengan segera,”bebernya.
Hal senada juga disampaikan Nuraqmi Fidyawati Romadhona dari Rumah Perempuan dan Anak Kaltim (RPA-Kaltim). Sebagai tenaga pengajar ia mengatakan kasus KS tidak hanya terjadi di rumah, pabrik, tempat kerja dan di jalanan. Namun juga terjadi di dalam dunia akademik atau pendidikan. Sehingga perempuan merasa tidak aman dan nyaman kendati berada di ruang publik dan privat.
“Dalam dunia pendidikan juga tidak aman dari KS, isu child grooming sangat banyak bermunculan, adanya relasi kuasa antara guru dan murid yang bisa membuat peluang besar terjadinya child grooming, dan bisa juga terjadi antara murid dengan murid. Sehingga sangat perlu adanya edukasi kepada anak usia sejak dini agar bisa mencegah terjadinya KS,” terang Nuraqmi.
Diskusi berjalan dialogis. Walau singkat namun bermakna sebagai langkah awal pencerdasan dan pemahaman untuk menurunkan angka kekerasan seksual hingga menjadi 0 setiap tahunnya.
Poin diskusi itu menyimpulkan, seluruh masyarakat sangat penting untuk berperan dalam melawan KS, karena KS merupakan kejahatan kriminal yang perlu diberantas, kekerasan seksual yang dialami korban akan dirasakan seumur umur hidup bahkan bisa berujung bunuh diri. Oleh karena itu, perlu saling bekerjasama untuk membangun persatuan agar dan dapat menciptakan ruang – ruang aman kepada siapapun dan dimanapun. (D/Y)