HARIANRAKYAT.CO – Diskusi publik bertajuk “KPOP Dalam Pusaran Gerakan Sosial : Dari Penolakan Kebijakan Efisiensi hingga RUU TNI” digelar di Pelataran Keong, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) hari Minggu (24/3/2025).
Dalam upaya mengkaji peran budaya populer dalam gerakan sosial, Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID) bekerja sama dengan NCT zen Humanity, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Mahasiswa (BEM Rema).
Acara ini menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang termasuk aktivis, mahasiswa serta perwakilan komunitas penggemar KPop, khususnya dari NCT zen Humanity, sebuah komunitas penggemar NCT yang aktif dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan.
Diskusi ini bertujuan untuk melihat bagaimana fandom KPop merespon berbagai kebijakan pemerintah yang mereka anggap problematik, dan juga mengeksplorasi bagaimana budaya K-Pop tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga memiliki potensi besar dalam membangun solidaritas, aktivisme, dan gerakan sosial yang berdampak.
Staff Eksekutif Nasional LMID, Dea Melrisa mengatakan, keterlibatan fandom KPop dalam gerakan sosial sebagai fenomena politik rakyat yang baru dan unik.
Dalam berbagai aksi sosial dan politik, fandom KPop telah membuktikan mereka bukan sekedar komunitas hiburan, tetapi juga kelompok yang mampu memobilisasi massa, menggalang dana, serta menyebarkan informasi dengan cepat dan efektif.
“Keterlibatan fandom KPop dalam gerakan sosial bisa menjadi salah satu bentuk baru dari politik rakyat. ini bisa dilihat sebagai bentuk baru politik digital grassroots, dimana politik tidak dimonopoli oleh elit, tetapi juga bisa digerakkan dari bawah. Fandom K-Pop menunjukan komunitas non politis bisa terlibat dalam perubahan sosial,” ujar Dea sapaannya kegiatan.
Dea menegaskan, LMID kemungkinan akan melihat potensi positif dalam membangun aliansi dengan komunitas fandom K-Pop, terutama dalam upaya memperluas basis gerakan sosial dan politik rakyat. Fandom K-Pop memiliki jaringan luas di media sosial dan mampu menggerakkan massa dengan cepat. LMID bisa melihat ini sebagai peluang untuk memperluas penyebaran isu-isu demokratis dan keadilan sosial.
Sementara itu, perwakilan dari NCT zen Humanity menyampaikan pengalaman mereka dalam menggerakkan kampanye kemanusiaan yang melibatkan penggemar NCT.
“Gerakan dalam fandom Kpop bisa berkontribusi dalam berbagai aksi sosial, mulai dari bantuan bencana, pengadaan ambulan ketika aksi dan juga pengadaan logistik makanan untuk peserta aksi,” kata Himawan.
Fandom KPop memiliki kesadaran politik yang berkembang seiring dengan meningkatnya akses terhadap informasi global. Fandom KPop memahami kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat bisa berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk pada komunitas KPop sendiri. Itulah mengapa fandom KPop sering bersuara dalam berbagai isu sosial dan politik.
Diskusi ini menegaskan, fandom Kpop bukan sekedar komunitas hiburan, tetapi juga kekuatan sosial yang mampu mempengaruhi wacana publik dan kebijakan. Dengan memanfaatkan strategi digital yang mereka kuasai, fandom K-Pop dapat menjadi bagian dari gerakan yang lebih luas dalam memperjuangkan hak-hak demokratis dan menolak kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Diharapkan, diskusi ini dapat membuka ruang refleksi bagi lebih banyak pihak untuk melihat bagaimana budaya populer dapat menjadi sarana advokasi yang lebih efektif, serta bagaimana fandom KPop terus berperan dalam membangun kesadaran sosial dan politik di Indonesia. (*/J)