LMID Seriusi Program Kerja Bersama FSBPI-KPBI

Kontak Mahasiswa dengan Kelas Pekerja : LMID dan FSBPI - KPBI Seriusi Program Kerja Bersama. (Ist)

HARIANRAKYAT.ID, SAMARINDA – Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID) menggelar diskusi bersama dengan Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia – Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (FSBPI-KPBI) hari Sabtu (11/1/2025).

Diskusi membahas isu-isu seputar buruh perempuan, serta menjajaki kemungkinan kolaborasi di masa depan.

Kegiatan diskusi Acara yang digelar dilaksanakan di Sekretariat FSBPI, Semper Barat, Jakarta Utara menjadi momen berharga untuk menyelaraskan gerakan rakyat, terutama yang berfokus pada hak-hak buruh perempuan.

LMID adalah organisasi mahasiswa skala nasional memiliki perhatian besar terhadap isu-isu sosial rakyat.

Dalam diskusi, LMID berkomitmen untuk terus mendalami akar perjuangan demi menciptakan perubahan sosial yang lebih baik. Kolaborasi yang direncanakan dengan FSBPI-KPBI diharapkan dapat menjadi langkah strategis dalam memperkuat gerakan buruh di Indonesia.

Kolaborasi antara LMID dan FSBPI-KPBI bukan hanya sebatas pertemuan, tetapi menjadi cikal bakal persatuan yang diharapkan mampu menyatukan langkah dan gerakan kedua organisasi. Persatuan ini memerlukan keseriusan dan ketentuan yang jelas untuk menyamakan visi dan misi organisasi. Dalam konteks ini, LMID melihat kolaborasi sebagai peluang untuk kembali ke akar perjuangan, merefleksikan nilai-nilai dasar yang diusung, dan mengaplikasikannya dalam gerakan nyata.

FSBPI-KPBI, sebagai organisasi serikat pekerja yang didominasi perempuan, memiliki beberapa perangkat organisasi yang berperan penting dalam mendukung anggotanya. Salah satunya adalah Posko Pembelaan Buruh Perempuan yang berfungsi sebagai garda terdepan dalam menangani kasus kekerasan terhadap pekerja perempuan. Selain itu, FSBPI-KPBI juga memiliki Koperasi Sejahtera yang mendukung ekonomi mandiri anggota, serta Sanggar Semper yang menjadi ruang ekspresi seni.

Dalam diskusi ini, Titin, salah satu anggota FSBPI-KPBI menyampaikan pandangannya mengenai situasi yang dihadapi buruh perempuan di industri tempatnya bekerja.

“Kita ini perempuan, kita ini buruh perempuan, kita harus melawan, di sini buyer, di sini direktur kita hadapi,” ujarnya dengan tegas.

Pernyataan ini mencerminkan semangat juang buruh perempuan dalam menghadapi ketidakadilan di tempat kerja.

Sementara itu anggota LMID sekaligus ketua panitia kegiatan, Ajeng mengungkapkan diskusi ini memberikan wawasan baru bagi LMID tentang FSBPI-KPBI dan perjuangan buruh perempuan.

“Diskusi bersama FSBPI-KPBI ini diharapkan LMID mendapat insight dan pengetahuan baru terkait problema perburuhan,” ungkapnya.

Ia menekankan, perempuan juga memiliki kemampuan untuk memimpin dan mendorong perempuan lain untuk berani menyuarakan pendapat mereka.

Menurut Ajeng, mahasiswa memiliki peran penting dalam gerakan buruh, khususnya buruh perempuan.

“LMID menyadari gerakan buruh adalah motor perubahan. Jika ilmu pengetahuan dan teori mahasiswa yang didapat di kampus dipraktikkan bersama gerakan buruh tentu akan lebih baik lagi,” imbuhnya.
Ia menambahkan, dengan pengorganisasian yang baik, tuntutan terhadap perusahaan yang melanggar hak-hak pekerja dapat disampaikan dengan lebih efektif.

Diskusi ini menjadi awal dari kolaborasi yang lebih erat antara LMID dan FSBPI-KPBI. Kedua organisasi berkomitmen untuk bekerja sama dalam memperjuangkan hak-hak buruh, terutama buruh perempuan, melalui berbagai kegiatan dan program yang akan datang. Kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang kuat, memperkuat gerakan sosial, dan menciptakan perubahan positif bagi buruh perempuan di Indonesia.

Dengan semangat kebersamaan, LMID dan FSBPI-KPBI bertekad untuk terus mendukung dan memperjuangkan hak-hak buruh perempuan. Diskusi ini menjadi langkah awal yang penting dalam menciptakan gerakan yang lebih solid dan berdaya guna, yang tidak hanya bermanfaat bagi anggotanya, tetapi juga bagi masyarakat luas.

Kolaborasi ini menunjukkan bahwa dengan bekerja bersama, mahasiswa dan buruh dapat saling mendukung dan memperkuat perjuangan. Dengan demikian, harapan akan terciptanya keadilan sosial dan kesetaraan gender di dunia kerja dapat lebih cepat terwujud. (*)

Bagikan: