LBH Samarinda Sesalkan Tindakan Kekerasan Saat Relokasi Pedagang Pasar Subuh

Pedagang Sayur Pasar Subuh, Yeni Menolak Relokasi di Pasar Beluluq Lingau.

HARIANRAKYAT.CO, SAMARINDA – Pemkot Samarinda tetap menertibkan lapak pedagang pasar Pasar Subuh Jalan Yos Sudarso Jumat pagi 9 Mei 2025.

Sekira 500 aparat gabungan Satpol PP, Polresta Samarinda dan TNI diterjunkan.

Penertiban ini berhasil dilakukan kendati mendapat perlawanan dari pedagang yang tidak ingin di relokasi. Mahasiswa dari beberapa kampus di Samarinda ikut membersamai tuntutan pedagang dan mendapat tindakan kekerasan, yakni BA (21) mahasiswa Untag 45 dari organisasi KBAM dan HMI Unmul berinisial Z (22) luka di mata.

Massa yang bersolidaritas untuk mendorong penyelesaian yang adil dan bermartabat atas relokasi Pasar Subuh.

“Kami telah mempersiapkan upaya mediasi secara damai. Tapi upaya kami dibalas dengan tindakan kekerasan dari aparat gabungan yang memaksa masuk ke dalam pasar,” kata Patih, LBH Samarinda yang mendampingi.

Mobilisasi aparat dilengkapi dengan perlengkapan pengendali massa untuk mendorong massa. dan alat bongkar lapak seperti palu godam dan gergaji mesin.

Patih menjelaskan, proses penertiban dari aparat sangat refresif.

“Beberapa kawan mengalami luka akibat tindakan represif aparat dipukul, dipiting, didorong,
bahkan terinjak-injak,” bebernya.

Patih menambahkan, eksekusi hari ini seharusnya ditunda sebelum ada musyawarah mufakat dengan pedagang.

“Kami telah menyampaikan surat keberatan, permintaan audiensi, dan Rapat Dengar Pendapat
(RDP) secara resmi. Sayangnya, seluruh kanal partisipasi rakyat ini ditolak tanpa alasan yang
transparan dan melanggar prinsip negara hukum,” terangnya.
Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dan tindakan penggusuran paksa hari ini merupakan bentuk nyata pelanggaran HAM, sebagaimana diatur yaitu :

  1. Pasal 3 dan Pasal 5 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM – menjamin hak atas pengakuan, perlindungan hukum yang adil, serta perlakuan yang setara di hadapan hukum tanpa diskriminasi.
  2. Pasal 15 UU No. 39/1999 – menjamin hak warga untuk membangun masyarakat dan
    bangsanya, termasuk melalui aktivitas berdagang.
  3. Pasal 44 UU No. 39/1999 – menjamin hak untuk menyampaikan pengaduan, pendapat, dan
    permohonan kepada pemerintah.
  4. Komentar Umum CESCR No. 7 Tahun 1997 –menegaskan bahwa penggusuran paksa hanya
    dapat dilakukan sebagai upaya terakhir, setelah seluruh bentuk musyawarah dilakukan dan
    dengan jaminan perlindungan prosedural yang ketat.
  5. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan – mewajibkan pejabat publik
    menjunjung asas legalitas, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat dalam setiap keputusan
    yang menyangkut hajat hidup mereka.

Sikap Solidaritas untuk Pasar Subuh

  1. Mengecam keras segala bentuk kekerasan oleh aparat dalam proses penggusuran Pasar Subuh.
  2. Menyatakan bahwa penggusuran paksa yang dilakukan hari ini cacat prosedur dan melanggar hukum serta HAM.
  3. Menyayangkan sikap Pemerintah Kota Samarinda yang menutup ruang mediasi, padahal telah disiapkan tim mediator independen.
  4. Mengutuk diabaikannya proses administratif, seperti surat keberatan, audiensi, dan RDP
    yang sudah diajukan secara sah.
  5. Melanjutkan perjuangan melalui mekanisme RDP dan langkah hukum lainnya.
  6. Menolak relokasi sepihak dan menuntut pendekatan yang partisipatif, adil, dan bermartabat.
    Kami tegaskan: penggusuran bukan hanya soal fisik ini adalah soal martabat, sejarah, dan hak hidup ribuan keluarga yang bertumpu pada denyut pasar subuh Kota Samarinda. (*)

Bagikan: